Misteri Sundapura : Kota Cahaya Dalam Kabut Sejarah

Pada awal tahun 2012, saya mulai mendengar kisah tentang Sundapura, sebuah kota yang konon merupakan ibu kota Kerajaan Tarumanegara, kerajaan besar yang pernah menguasai sebagian besar wilayah Jawa pada abad ke-4 Masehi. Dari banyak cerita yang saya dengar, Sundapura disebut-sebut sebagai kota yang paling megah dan ramai di Nusantara pada masa itu. Namun, seiring berjalannya waktu, jejak keberadaannya seakan menguap dalam kabut sejarah. Hingga kini, lokasi tepat dari Sundapura masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Sebagian besar informasi yang ada mengenai Sundapura berasal dari Naskah Wangsakerta. Naskah ini, meskipun sarat dengan polemik dan perdebatan di kalangan para ahli sejarah, tetap menjadi satu-satunya sumber yang memberikan gambaran tentang kota tersebut. Dalam artikel ini, saya akan membawa Anda melalui perjalanan penelusuran sejarah Sundapura, mencari petunjuk-petunjuk yang mungkin bisa menjelaskan keberadaan kota ini di masa lalu.

Jejak Pribadi Menyusuri Kota Kuno Sundapura

Saya masih ingat pertama kali mendengar nama Sundapura—sebuah kota yang katanya dulu menjadi ibu kota Kerajaan Tarumanegara. Bukan dari buku sejarah sekolah, tapi dari seorang kawan pecinta sejarah yang dengan mata berbinar menyebutnya sebagai “kota yang hilang” di antara hiruk-pikuk Jakarta dan Bekasi.

Awalnya saya mengira itu hanya cerita rakyat, tapi rasa penasaran membawa saya menyusuri jejak-jejaknya. Saya mulai membaca prasasti-prasasti kuno: Tugu, Ciaruteun, Jambu, yang menyebut sosok Raja Purnawarman dengan segala kebesaran dan kebijaksanaannya. Lalu saya menemukan petunjuk: aliran sungai kuno, proyek irigasi kerajaan, dan pusat kekuasaan yang diyakini berada di sekitar Bekasi atau Jakarta Utara—wilayah yang sekarang nyaris tak menyisakan sisa kejayaan masa silam.

Saya pun mendalami laporan-laporan arkeologi. Situs Batujaya di Karawang, reruntuhan bata merah yang tersembunyi di tengah sawah, menjadi saksi bisu bagaimana peradaban besar pernah berdiri di tanah ini. Candi Bojongmenje di Bandung pun menguatkan dugaan: setelah Tarumanegara, kebudayaan Hindu-Buddha tak menghilang, melainkan menyebar dan hidup dalam bentuk baru.

Yang membuat saya merinding adalah ketika menyadari bahwa “Sundapura” bukan sekadar nama. Ia adalah cikal bakal dari identitas Sunda itu sendiri—sebuah jejak jati diri yang tersembunyi di balik tembok kota modern.

Saya membayangkan, mungkin ratusan tahun lalu, di tanah yang kini dilalui jalan tol dan gedung pencakar langit, ada istana megah, tempat Raja Purnawarman memimpin rakyatnya. Sungai yang sekarang tercemar dulunya mungkin dialiri air bersih hasil saluran buatan sang raja demi kemakmuran ibu kota.

Kini, ketika saya menulis ini, saya merasa penting untuk menyuarakan kembali kisah Sundapura. Bukan hanya sebagai sejarah, tetapi sebagai bagian dari memori kolektif kita. Saya percaya, mengingat kota ini adalah langkah kecil untuk menghargai akar budaya dan peradaban kita.

Kalau Anda pernah melewati kawasan Bekasi atau Jakarta Timur, cobalah berhenti sejenak. Mungkin saja, di balik deru kendaraan dan bangunan beton, jiwa Sundapura masih berbisik, menunggu untuk dikenang kembali.

Awal Mula Sejarah Sundapura

Untuk memahami lebih dalam tentang Sundapura, kita harus mulai dengan mengenal Kerajaan Tarumanegara, yang menjadi cikal bakal keberadaan kota ini.

Pada abad ke-4 Masehi, sekelompok pengungsi dari India yang berasal dari keluarga Salankaya tiba di Tanah Sunda. Dipimpin oleh seorang raja dan resi bernama Jayasingawarman, mereka mendirikan sebuah pemukiman di tepi Sungai Citarum, yang dikenal dengan nama Tarumadesya.

Tarumadesya, yang awalnya hanya sebuah perkampungan pengungsi, kemudian berkembang menjadi sebuah kota yang semakin ramai, dan akhirnya berubah menjadi sebuah kerajaan besar yang dikenal sebagai Kerajaan Tarumanegara.

Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman (395-434 M), Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya. Sundapura mulai disebut-sebut sebagai ibu kota kerajaan yang baru setelah dipindah dari Tarumadesya pada tahun 397 M.

Kota Ikon Kemegahan

Sundapura di bawah pemerintahan Purnawarman adalah simbol kemegahan dan kejayaan. Purnawarman, sebagai raja terbesar dalam sejarah Tarumanegara, mengukir namanya dalam sejarah sebagai seorang raja petarung dan pemimpin yang ambisius. Dengan wilayah yang membentang dari Salakanagara hingga Purwalingga, Purnawarman memperluas kekuasaan dan menjadikan Sundapura sebagai pusat perdagangan dan budaya yang ramai. Kota ini bukan hanya menjadi pusat politik, tetapi juga menjadi pelabuhan perdagangan yang penting, yang menarik pedagang-pedagang dari berbagai belahan dunia.

Ada dua versi mengenai makna nama Sundapura. Salah satu versi menyebutkan bahwa nama tersebut berasal dari kata “Sunda,” yang merujuk pada etnis dan wilayah kerajaan Tarumanegara, meskipun ada keraguan tentang hal ini. Versi lain lebih mengarah pada arti “Kota Suci” atau “Kota Cahaya,” yang saya rasa mencerminkan ambisi besar Purnawarman untuk menjadikan Sundapura sebagai kerajaan yang bercahaya, bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga dalam pengaruh dan kejayaan.

Menelusur Lokasi Sundapura

Meskipun Sundapura disebut-sebut sebagai kota yang berada di dekat pantai, hingga kini tidak ada konsensus mengenai lokasi pastinya. Ada tiga lokasi utama yang menjadi dugaan kuat tentang tempat berdirinya Sundapura:

  1. Tanjung Karawang: Berdasarkan penemuan berbagai situs arkeologis bercorak Hindu-Buddha di sekitar Batujaya dan Pakisjaya, banyak ahli sejarah yang mengaitkan Sundapura dengan wilayah ini. Kompleks peribadatan yang ditemukan di Batujaya menunjukkan bahwa pusat kota kemungkinan besar berada tidak jauh dari lokasi ini.
  2. Sunda Kalapa (Jakarta): Pendapat ini mengacu pada tradisi lisan Pantun Pajajaran yang menyebutkan bahwa daerah Kalapa adalah pusat berkumpulnya bangsa India di wilayah Sunda. Penemuan arkeologis di wilayah ini memperkuat dugaan bahwa Sundapura bisa jadi terletak di sini.
  3. Tugu, Bekasi: Salah satu teori lain yang cukup kuat adalah bahwa Sundapura terletak di sekitar Kampung Tugu, dekat perbatasan Bekasi-Jakarta. Penemuan prasasti Tugu yang menceritakan tentang penggalian sungai Gomati dan Candrabagha memberikan petunjuk yang mengarah pada daerah ini. Selain itu, topografi wilayah Tugu, yang diapit oleh dua sungai, menunjukkan kesamaan dengan peta kuno yang menggambarkan wilayah tersebut sebagai pusat kota.

Hancurnya Sundapura

Pada abad ke-7 M, Kerajaan Tarumanegara mulai mengalami kemunduran. Setelah Raja Linggawarman meninggal pada tahun 669 M, kerajaan ini diambil alih oleh menantu Linggawarman, Tarusbawa, yang kemudian mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Sunda. Ibu kota pun dipindahkan dari Sundapura ke daerah pedalaman Bogor.

Meski demikian, Sundapura tidak langsung hilang begitu saja dari sejarah. Pada abad ke-12 M, kota ini masih terhubung dengan kekuasaan Sriwijaya, yang berusaha menguasai wilayah bekas Tarumanegara. Meskipun demikian, Sundapura akhirnya mulai memudar dari ingatan, hingga hanya ditemukan dalam beberapa prasasti yang menyebutkan nama “Sunda Sembawa” sebagai bentuk perkampungan yang tersisa.

Selain karena pergeseran kekuasaan, kemunduran Sundapura juga dapat dikaitkan dengan bencana alam besar yang melanda wilayah tersebut. Letusan Gunung Krakatau purba, yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 416 M atau 535 M, menyebabkan tsunami besar yang menghancurkan banyak wilayah pesisir, termasuk Sundapura. Banyak sumber sejarah menyebutkan bahwa bencana ini merupakan salah satu faktor utama yang memusnahkan kota yang sebelumnya megah ini.

Jejak Sejarah yang Tak Terlupakan

Walaupun Sundapura kini hanya tinggal sebagai sebuah kenangan dalam sejarah, kota ini memiliki peran penting dalam pembentukan sejarah Indonesia, terutama di era Kerajaan Tarumanegara. Sebagai salah satu pusat politik, budaya, dan perdagangan pada masa kejayaannya, Sundapura memberikan bukti bahwa Nusantara pada abad ke-4 M sudah terhubung dengan dunia luar dan memiliki peradaban yang maju.

Jejak-jejak sejarah Sundapura yang tersebar melalui prasasti, tradisi lisan, dan penemuan arkeologis membuktikan bahwa meskipun kota ini telah lama hilang, cerita tentangnya tetap hidup dalam sejarah dan terus menginspirasi kita untuk melestarikan warisan budaya yang ada.

Menulis dan mengingat kembali Sundapura bukan semata tentang nostalgia. Bagi saya, ini adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah dan jati diri. Kota ini menjadi pengingat bahwa peradaban kita tidak dibangun dalam semalam—ia tumbuh dari akar yang dalam, dari sungai, batu, dan kisah-kisah yang hampir hilang tertimbun zaman.

Penutup: Jejak yang Tak Pernah Benar-Benar Hilang

Jika suatu hari Anda berada di sekitar Bekasi atau Jakarta Timur, cobalah berhenti sejenak. Lihat sekeliling, bayangkan di balik deru mobil dan bangunan tinggi, masih tersimpan jiwa Sundapura. Kota ini mungkin tidak lagi terlihat, tapi ia masih hidup dalam cerita, ingatan, dan rasa bangga akan sejarah kita.

Leave a Comment