Tahun 2022 Google mencatat, pencarian keyword Prabu Siliwangi sebanyak 1.660.000. Namun, tidak belum banyak yang mengupas mengenai Agama Prabu Siliwangi. Dan hal itu bukan hal mudah.
Banyak kontroversi seputar agama Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja – Penguasa Kerajaan Sunda Pajajaran tahun 1482-1521.
Tapi mari kita telusur sebagai bentuk pengkayaan budaya.
Hadirnya Agama Islam di Kerajaan Prabu Siliwangi
Prabu Siliwangi mengenal langsung agama islam di Karawang sekitar tahun 1420 an, dari sosok ulama asal Champa yang dikenal dengan nama Syech Quro.
Tapi jauh sebelumnya Prabu Siliwangi juga sudah pernah mendengar adanya agama Islam.
Sebagai keluarga inti Kerajaan Pajajaran, Siliwangi sudah banyak bersentuhan dengan kehidupan sosial politik di wilayah Sunda. Misalnya mengenal adanya para pedagang Islam yang berdagang di berbagai Pelabuhan Kerajaan.
Dari riwayat keluarga, tentunya Prabu Siliwangi juga mendengar kisah Bratalegawa – leluhurnya yang pertama kali memeluk Islam.
Namun, baru dari Syech Quro lah Prabu Siliwangi bersentuhan langsung dengan agama Islam. Mengingat hubungan keduanya sudah mendekati tahap personal, karena Syech Quro merupakan guru Subang Larang.
Agama Jaman Kerajaan Pajajaran
Kehidupan agama pada masa kerajaan Sunda Pajajaran banyak menuai salah paham, mungkin karena minimnya petunjuk.
Informasi populer menyebutkan Pajajaran sebagai kerajaan Hindu. Meskipun faktanya di wilayah Kerajaan Pajajaran tidak ditemukan bangunan candi, sebagai indikator perkembangan Hindu.
Sebaliknya di wilayah Sunda banyak ditemukan punden berundak yang disebut Balai Pamunjungan. Bangunan suci yang lebih mencerminkan konsepsi monotheisme lokal dari pada Ajaran Hindu.
Pemikiran seperti itu kemudian membawa kita pada penjelasan tentang agama asli Orang Sunda. Bahwa, rakyat Pajajaran memiliki keyakinan lokal yang oleh Carita Parahiyangan disebutnya, Jatisunda.
Sementara manuskrip Siksa Kandang Karesian juga ikut menegaskan tentang adanya Keyakinan Sunda yang berbeda dengan Hindu. Yaitu dengan menyebut Hyang Tunggal – Batara Seda Niskala sebagai puncak penyembahan di atas dewa-dewa Agama Hindu.
Penjelasan tradisi lisan juga banyak menginformasikan tentang adanya agama lokal yang disebut Agama Pajajaran.
Dari narasi di atas, saya menarik kesimpulan bahwa pada masa Kerajaan Pajajaran terdapat dua agama dominan yaitu Agama Hindu dan Agama Pajajaran atau Jatisunda.
Melacak Jejak Agama Prabu Siliwangi
Jadi apa sebetulnya agama Prabu Siliwangi?
Tradisi lisan Sunda (pantun) dengan tegas menerangkan Prabu Siliwangi dan juga rakyat Kerajaan Pajajaran sebagai penganut Jatisunda.
Tapi eksistensi tentang agama lokal semisal Jatisunda tidak mendapat banyak tempat dalam literatur sejarah populer bangsa kita.
Maka, banyak orang era modern termasuk ahli sejarah yang kemudian menempatkan Prabu Siliwangi dan juga rakyatnya sebagai pemeluk Agama Hindu.
Prabu Siliwangi Pindah Agama Islam?
Tidak sedikit yang berpendapat bahwa Prabu Siliwangi itu seorang muslim.
Pendapat tersebut berdasar pada argumen terjadinya pernikahan Prabu Siliwangi dengan Subang Larang, santriwati Syech Quro.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1420 di Pesantren Quro, Karawang.
Dari peristiwa pernikahan tersebut kemudian timbul persepsi bahwa Prabu Siliwangi masuk Islam. Logika yang disodorkan, bahwa tidak mungkin Syech Quro mengizinkan Subang Larang yang beragama Islam menikahi lelaki kafir.
Pendapat tersebut kemudian bercabang lagi. Bahwa dikemudian hari, ternyata Prabu Siliwangi pindah lagi (murtad) ke agama Pajajaran.
Logika Kebudayaan
Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa”.
(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).
Penulis manuskrip Carita Parahiyangan menginformasikan bahwa pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi agama Islam mulai berkembang lebih luas di kalangan rakyat Pajajaran.
Hal itu berhubungan dengan semakin kuatnya pengaruh kekuasaan Islam di Cirebon di bawah Sunan Gunung Jati, sehingga makin banyak rakyat Pajajaran memeluk Islam. Teriutama di wilayah timur.
Namun dengan tegas Carita Parahiyangan menyebut Hulun (rakyat) Pajajaran yang beralih agama ke Islam sebagai golongan orang tamak atau rakus. Sudah punya agama, tapi masih ingin mencari yang lain.
Tetapi karena ajaran agama lokal masih sangat kuat sehingga negara tetap aman dan sejahtera.
Dari percikan informasi seperti itu tersusun gambaran bahwa pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi, ajaran agama yang berkuasa adalah Purbajati Purbatisi – bagian dari pragmen keyakinan Jatisunda.
Secara tidak langsung hal itu menegaskan jika Prabu Siliwangi merupakan seorang penganut Jatisunda, pengamal Purbajati Purbatisi.
Apakah hal itu berarti membenarkan pendapat bahwa Prabu Siliwangi murtad, setelah sebelumnya memeluk Islam saat menikahi Subang Larang?
Persoalannya, apakah benar Prabu Siliwangi pernah masuk Islam?
Pernikahan Politik Prabu Siliwangi
Pernikahan antara Prabu Siliwangi dengan Subang Larang tidak bisa dilihat dalam persfektif masa kini.
Di jaman sekarang, seorang perempuan tidak boleh menikah dengan lelaki non muslim.
Tapi pada masa kerajaan pernikahan di lingkungan istana tidak terlalu memperhatikan perbedaan agama. Banyak pernikahan terjadi karena kepentingan politik.
Pada pernikahan Subang Larang dengan Prabu Siliwangi di Karawang, tidak ada kewajiban Prabu Siliwangi harus masuk Islam.
Cerita rakyat menerangkan bahwa syarat pernikahan hanya berupa keharusan menjadikan salah seorang putera mereka sebagai raja.
Konon, ada juga tambahan permintaan Bintang Saketi sebagai simbol tasbeh. Tidak ada keterangan tentang permohonan syahadat sebagai tanda masuk Islam.
Dan Syech Quro sendiri pada dasarnya tidak memiliki kuasa penuh terhadap Subang Larang. Syech Quro hanya bertangung jawab untuk memberikan pengajaran Islam. Adapun masalah pernikahan urusan ayah Subang Larang yaitu Ki Gedeng Tapa.
Dan Ki Gedeng Tapa adalah paman Prabu Siliwangi.
Jadi dengan atau tanpa restu Syech Quro, pernikahan itu mudah saja terjadi bagi Prabu Siliwangi – tanpa harus pindah agama.
Hal ini mungkin sedikit menyakitkan. Tapi kemungkinan narasi sejarah yang paling mendekati adalah Prabu Siliwangi merupakan penganut Jatisunda.
Menggambarkan karakter Prabu Siliwangi sebagai sosok yang begitu gampang meninggalkan agamanya hanya untuk seorang perempuan merupakan hal yang sangat memprihatinkan.
Apakah Anda sebagai orang Sunda mau memiliki tokoh kebanggaan dengan karakter seperti itu?
Kerajaan Pajajaran mengalami jaman keemasan di bawah Prabu Siliwangi. Hal itu menunjukkan kebesaran dan keteguhan karakter Prabu Siliwangi.
Sikap mencla-mencle menganut agama sangat tidak selaras dengan kebesarannya.