Sejarah Kampung Pindang Karawang

Kampung Pindang adalah sebutan untuk Kampung Peundeuy di Desa Cicinde Utara Kec. Banyusari Kab. Karawang. Disebut Kampung Pindang karena selama puluhan tahun hampir 100 % warganya berprofesi sebagai pengolah dan pedagang pindang (ikan/cue).

Pindang Cicinde merupakan Kuliner Legend sejak tahun 1940. Pengetahuan pengolahan Pindang sudah dianggap sebagai Warisan Budaya Tak Bunda (WBTB) dan diakui secara nasional. Pusat pengolahan pindang berada di Kampung Peundeuy.

Sejarah Dari Jaman Belanda

Kampung Peundeuy telah ada sejak tahun 1877 dengan nama Babakan Peundeuy dan secara administratif berada di bawah Desa Cicinde. Lokasi pertama Kampung Peundeuy tidak jauh dari Kali Cikalong yang tembus sampai ke daerah Susukan. Lokasi sekarang berada di sekitar Peundeuy Tengah. Penamaan Peundeuy diperkiraan bermula dari adanya Pohon Peundeuy di lokasi tersebut. Selanjutnya kampung Pendeuy berkembang ke sebelah kidul dengan munculnya Kampung Peundeuy Kidul. Kampung ini merupakan salah satu lokasi yang tidak bisa dimasuki Belanda. Selanjutnya di sebelah utara berdiri juga Kampung Sindang Lengo (Peundeuy Kaler). Dinamakan Sindang Lengo karena kalau ada orang datang (sindang) maka penduduknya suka pada melongok (ngalengo).
Kampung Peundeuy lambat berkembang. Pada masa sesudah kemerdekaan di kampung Peundeuy hanya ada sedikit rumah. Sekitar tahun 1945-1950 an hanya ada belasan rumah. Rumahnya sederhana dan beratap dedaunan. Karena lokasi kampung berada di tengah gundukkan sawah maka setiap aktifitas warganya bisa terlihat di kejauhan. Tokoh-tokoh kampung diantaranya Ki Sampid, Ki Idang. Kiyai Iyas, Kiai Tarsam, Utan, dan Ki Mengong. Merekalah yang menjadi cikal bakal perintis Kampung Peundeuy.
Perjalanan sejarah kampung pindang Cicinde di Karawang, dimulai sejak jaman Belanda. Tahun 1940 an. Mereka memasak sederhana di depan rumah masing-masing dengan tungku berupa batu-bata sederhana. Bumbu hanya dari daun salam. Ikan-ikannya didapat dari muara Cilamaya. Mereka sengaja berjalan kaki dari kampungnya ke pelelangan muara Cilamaya sejauh puluhan KM. Pelelangan Muara Cilamaya merupakan pelelangan pertama di Cilamaya, dan pelelangan itu hilang begitu pelelangan di Blanakan muncul.

Sumber Bahan Baku

Ikan bahan baku datang dari perairan dalam dan perairan dangkal: misalnya dari wilayah Subang, Indramayu, Cirebon untuk ikan-ikan kecil/dangkal; sedangkan ikan laut dalam bisa dipasok dari daerah lebih jauh seperti wilayah perairan laut Indonesia bahkan import jika perlu. Dengan adanya jaringan pasokan yang luas, Kampung Pindang bukan penghasil ikan mentah (penangkapan), melainkan pengolah/memasak dan memasarkan produk pindang.

Sejarah Kampung Pindang Masa Kini

Sejarah Kampung pindang di Karawang telah berusia cukup tua. Kini, usaha itu telah menjadi motor penggerak ekonomi desa yang sangat luar biasa. Para pengrajin ikan pindang di Kampung Pindang bisa mengumpulkan uang mencapai miliaran rupiah dalam setiap bulannya. Produksi harian diklaim bisa mencapai 1 ton per hari Produksi tahunan untuk wilayah Cicinde secara keseluruhan disebut lebih dari 50.000 ton pindang.

Sekitar 75–80 orang di kampung tersebut secara langsung bekerja sebagai pengrajin ikan pindang. Selain pengolah, banyak warga terlibat dalam rantai pasokan mulai dari pengumpulan ikan, pengemasan, distribusi, hingga pedagang. Usaha pindang menyerap tenaga lokal dalam jumlah cukup besar.

Kampung Pindang telah ditetapkan oleh Pemda Karawang sebagai desa wisata kuliner, memanfaatkan keunikan budaya pindang Peundeuy. Pemerintah daerah dan pelaku lokal sudah melihat peluang menjadikan Kampung Pindang sebagai destinasi wisata kuliner lokal—memanfaatkan nilai historis, praktik pengolahan tradisional, dan cita rasa khas pindang Karawang. Penguatan sektor pariwisata kuliner, pelabelan geografis, serta peningkatan kualitas pengemasan dapat membuka akses pasar baru dan meningkatkan pendapatan warga. Selain itu, penguatan koperasi, akses pelatihan manajemen usaha, serta pendampingan teknis untuk sanitasi dan pengemasan vakum dapat membantu menaikkan nilai tambah produk. Potensi pengembangan ekonomi kreatif juga terbuka lebar.

Warisan budaya yang bernilai ekonomi

Kampung Peundeuy (Kampung Pindang) adalah contoh bagaimana praktik budaya dan ketrampilan lokal menjadi pondasi ekonomi. Dari tungku sederhana di halaman rumah sejak zaman Belanda hingga sentra pengolahan yang kini menyuplai pasar luas, tradisi pindang di Cicinde Utara menyatukan aspek identitas budaya dan peluang kesejahteraan. Tantangan teknis dan pasar tetap ada, namun dengan pendampingan yang tepat — mulai dari pengemasan, pembukuan, hingga akses pasar — Kampung Pindang memiliki potensi menguatkan posisinya sebagai ikon kuliner dan pilar ekonomi perdesaan Karawang. Sejarah Kampung Pindang menjadi warisan budaya yang sangat bernilai bagi Masyarakat Karawang.

 

Leave a Comment