Unsika Gelar Seminar Literasi Budaya Tentang Kearifan Lokal dan Digitalisasi

Seminar di Universitas Unsika Karawang Hadirkan Asep R. Sundapura sebagai Narasumber Utama

Karawang – Di tengah gempuran krisis global yang melanda dunia — mulai dari krisis iklim, pangan, energi, hingga ekonomi — masyarakat di berbagai daerah dituntut untuk berpikir ulang tentang daya tahan budaya dan ekonomi mereka. Dalam konteks ini, Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) menggelar Seminar Nasional bertema “Kearifan Lokal dan Digitalisasi: Tantangan dan Peluang Pelestarian Budaya di Tengah Krisis Global” yang berlangsung di Gedung FISIP Unsika, Karawang, pada Oktober ini.

Kegiatan tersebut menghadirkan Asep R. Sundapura, budayawan dan pemikir asal Karawang, yang dikenal konsisten mengangkat nilai-nilai lokal Sunda dalam konteks pembangunan dan transformasi digital. Dalam paparannya, Asep mengajak peserta untuk melihat kearifan lokal bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi sebagai sumber solusi menghadapi tantangan masa depan.


Krisis Global dan Tantangan Karawang

Asep menjelaskan bahwa kini dunia menghadapi sedikitnya empat krisis besar yang saling terkait:

  1. Krisis Iklim dan Lingkungan — perubahan cuaca ekstrem, gagal panen, dan bencana ekologis.

  2. Krisis Pangan — terganggunya rantai pasok dan ketergantungan impor bahan pangan.

  3. Krisis Ekonomi — ketimpangan sosial dan disrupsi pasar kerja akibat digitalisasi.

  4. Krisis Energi dan Moralitas Konsumtif — menurunnya kesadaran ekologis akibat budaya konsumtif global.

Menurut Asep, semua krisis itu tidak bisa dilihat terpisah dari konteks lokal.

“Karawang sebagai kota industri dan pertanian, berada di persimpangan antara modernitas dan kearifan lokal. Kalau tidak ada keseimbangan, kita kehilangan akar budaya sekaligus arah pembangunan,” ujarnya.


Nilai Kearifan Sunda dalam Menjaga Daya Tahan Ekonomi dan Lingkungan

Dalam sesi ilmiahnya, Asep mengutip beberapa naskah Sunda kuno seperti Waruga Lemah dan Sewakadarma sebagai sumber nilai-nilai etika yang relevan di masa kini.

Dari Waruga Lemah, Asep menyoroti konsep harmoni antara manusia dan alam — bagaimana masyarakat Sunda dulu memahami tanah bukan sekadar lahan ekonomi, tetapi bagian dari kosmos yang harus dijaga keseimbangannya.
Sedangkan dalam Sewakadarma, terdapat ajaran kuat tentang etos kerja, kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial, nilai-nilai yang menjadi fondasi ketahanan ekonomi berbasis moralitas.

“Dulu, orang Sunda diajarkan ngawula kalayan darma — bekerja dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan. Ini bukan sekadar etika pribadi, tapi dasar ekonomi masyarakat yang tangguh,” jelas Asep.


Gastronomi Lokal sebagai Solusi Krisis Pangan

Asep juga menyoroti pentingnya pengetahuan gastronomi lokal dalam menghadapi krisis pangan. Ia mencontohkan bagaimana tradisi kuliner Sunda mengajarkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan bahan lokal dan diversifikasi sumber karbohidrat seperti singkong, talas, dan jagung.
Selain itu, prinsip ulah ngabuang dahareun (tidak membuang makanan) adalah bentuk kearifan ekologis yang sangat relevan di tengah isu limbah pangan global.

“Ketahanan pangan bukan hanya soal produksi, tapi soal kesadaran. Kita bisa belajar dari dapur nenek moyang sendiri,” katanya disambut tepuk tangan peserta.


Digitalisasi dan Peluang Pelestarian Budaya

Meskipun banyak menyoroti nilai-nilai tradisional, Asep juga menegaskan pentingnya digitalisasi budaya.
Menurutnya, teknologi digital dapat menjadi sarana dokumentasi, promosi, dan edukasi kearifan lokal.

“Anak muda Karawang harus menjadi ‘panglawungan digital’ — generasi yang mampu membawa budaya lokal ke ruang digital secara kreatif dan beretika,” tuturnya.

Ia mencontohkan pemanfaatan media sosial, platform video, dan aplikasi edukasi budaya sebagai strategi melestarikan sekaligus mengaktualisasikan nilai-nilai Sunda di era global.


Sinergi Akademisi dan Komunitas

Dekan FISIP Unsika dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi wujud kepedulian akademisi terhadap krisis global melalui pendekatan lokal.
“Karawang punya kekayaan budaya yang luar biasa. Melalui tokoh seperti Asep R. Sundapura, kita diingatkan bahwa solusi masa depan seringkali sudah tertulis dalam nilai-nilai lama,” ujarnya.


Menjaga Akar, Menyongsong Masa Depan

Seminar di Unsika ini bukan sekadar diskusi akademis, tetapi momentum refleksi bagi generasi muda Karawang — bagaimana mengintegrasikan kearifan lokal dan kecanggihan digital untuk membangun masa depan yang tangguh, beradab, dan berkelanjutan.

Sebagaimana disimpulkan Asep R. Sundapura:

“Di tengah krisis global, kita tidak perlu kehilangan arah. Pegang akar budaya, kuasai teknologi, dan jadilah manusia Sunda yang bijak di era digital.”

Leave a Comment